Sang perempuan menatap pilu. “Maaf, Lex,” katanya dengan suara tertahan.
“Aku nggak bisa lanjutin ini. Aku tahu ini tempat kita, tapi ... aku nggak bisa
pura-pura lagi. Perasaanku sudah berubah.” (Vanya)
***
“Lo harus ikut, Lex. Karya-karya lo selalu mengagumkan. Ini bisa jadi
peluang buat buktiin gambar lo layak bersinar di kancah nasional. Bukan cuma
diumpetin dari Pak Karjo aja.” (Lano)
***
“Naira, pertemuan kita begitu singkat dan terbatas. Tapi, kepergianmu
terasa jauh lebih berat daripada dengan Vanya dulu. Benarkah kamu sesempurna
itu, Nai? Atau, seperti katamu, lebih banyak bagian yang kulukis sendiri?”
(Alex)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar